Di paling ujung
sebuah desa nelayan yang miskin di pantai Malabar, India, seorang wanita
menjerit kesakitan mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anak satu-satunya
dengan selamat. Disisi wanita itu Shoobir berdiri dengan lembut mengelus kepala
dan menenangkannya. Wanita itu bernama Dilwali, sedangkan anaknya yang lahir
dengan selamat diberi nama Raja. Selayaknya anak manusia lainnya, Raja tumbuh
menjadi anak laki-laki yang suka ingin tahu dan bermain. Setiap selasa dan
kamis siang, Raja akan menemani ibunya berdoa ke kuil. Raja senang melihat
ibunya menari dan mendengar suara gemerincing gelang di kaki ibunya yang
lincah. Lalu setelah berdoa, ibunya akan menceritakan dongeng para dewa dan
jin. Tidak ada yang bisa menawar kasih sayang DIlwali kepada anak semata
wayangnya. Sepuluh hari tepat setelah usianya yang sepuluh, Ayah Raja, Shoobir,
meninggal ditelan ombak ketika sedang melaut. Ibunya yang sedih hanya bisa
menceritakan kepada Raja bahwa ayahnya diambil oleh dewa laut, karena Dewa laut
memerlukan ayahnya untuk menambah jumlah pasukan dewa laut.
Tahun berlalu,
umur Raja pun bertambah sepuluh, Raja telah menjadi lelaki namun tak banyak
yang berubah darinya. Ia menjadi seorang nelayan, seperti bagaimana warga desa
disana bekerja. Ia melaut setiap hari hingga ia tidak bisa membedakan hari.
Ibunya dirumah berdoa sepanjang waktu agar anaknya selamat dan mendapatkan ikan
yang banyak. Hari berganti tahun berlalu, Raja terlihat lebih tua dari usianya
karena sering melaut. Ibunya pun miris melihat keadaan anak satu-satunya. Ingin
hati menolong, tapi daya apa yang dapat diberikan, hanya seribu doa yang dapat
diucap agar anaknya selalu sehat melaut dan memperoleh rezeki yang melimpah
ketika pulang. Hanya Raja lah yang dimiliki oleh Dilwali saat ini hingga
seterusnya. Tak habis pikir bila ia kehilangan Raja suatu saat nanti.
Ketika sedang
berjalan di pasar Raja melihat gadis berparas jelita, kabar burung berkata
wanita tersebut bernama Laksmi, anak seorang saudagar kaya. Raja terpanah
asmara, tak seharipun ia tak memikirkan Laksmi. Ingin hati mengungkapkan rasa
yang ada, namun bibir Raja tak dapat berkata. Ia pun meminta nasehat kepada
ibunya di rumah. Ibunya dengan raut sedih berkata, “kita orang miskin, nak. Tak
seorangpun tahu kita, kehidupan kita, ataupun penderitaan kita”. Tak
puas bercampur kesal mendengar nasehat dari ibunya, Raja pun membanting pintu
didepan ibunya lalu segera mendorong perahunya kelaut. Dibalik pintu rumah,
ibunya menangis terisak dan berharap anaknya akan memaafkannya.
Laut biru yang tenang tidak bisa menenangkan hati
Raja. Raja mengutuki kehidupannya yang miskin d atas perahu. Lalu dalam
sekejap, langit berubah gelap, awan menggumpal berputar putar dramatis, laut
menjadi tidak terkendali. Raja yang ketakutan akan tenggelam digulung ombak segera
berputar arah. Namun langsung dihadang oleh sesosok besar jin, jin itu begitu
besar sebesar karang, tangannya kurus dan runcing, dikepalanya terpasang tanduk
besar dari karang,air laut berpusar di pinggangnya. Jin itu menngetahui isi
pikiran Raja, kemudian ia memberikan penawaran kepada Raja. Bagai terhipnotis
oleh tatapan mata merah jin, Raja pun menyetujui penawaran jin. Raja
menginginkan kehidupan mewah bergelimang harta dengan istri yang cantik
secantik dewi-dewi di kayangan. Jin pun mengabulkan, tapi meminta hati Raja
sebagai imbalan, Raja pun menyanggupi. Dengan liciknya jin pun mengambil hati
Raja dengan tangannya yang kurus dan runcing, tapi hanya mengambil sebagian
saja yaitu rasa bahagia dan cinta tapi meninggalkan rasa benci, iri dan marah.
Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Raja sambil memamerkan gigi-giginya yang
tajam dan senyum liciknya, ia mengetukkan jarinya yang runcing ke kening Raja
dan berkata, “Selamat menikmati kehidupan barumu, Raja”. Raja pun pusing lalu
terjatuh pingsan, semua berubah menjadi gelap.
Sinar hangat
matahari menyelinap melalui jendela lalu menerpa wajah Raja dengan lembut tapi
menyilaukan matanya yang terpicing, perlahan ia terbangun dari tidurnya.
Kepalanya masih pusing, namun yang dilihatnya membuatnya bertambah pusing. Ia
berada di kasur yang empuk dengan sulaman benang emas berbentuk bunga terukir
di selimut sutra berwarna putih gading. Raja hanya ternganga lalu menggosok
matanya dan mencubit tangannya untuk memeriksa apakah semua ini nyata atau
tidak. Raja pun berteriak dan melompat
kegirangan dikamarnya, jin laut itu telah mengabulkan keinginannya. Raja hidup
mewah bagai seorang Sultan, disisinya selalu ditemani oleh istrinya Laksmi.
Raja memiliki apa yang tidak dia dapatkan dari kehidupan lamanya. Apapun keinginan
Raja selalu ia dapatkan dengan mudah dan langsung datang dihadapannya tanpa
harus menunggu. Namun dari seluruh keinginannya yang selalu dia dapatkan
anehnya Raja selalu merasa kurang, ada satu keinginan Raja yang tak dapat
diucapkannya, sesuatu yang kurang di kehidupannya. Raja pun terobsesi mencari
bagian yang kurang itu, tapi Laksmi mulai khawatir dengan keadaan suaminya.
Pelayan dan istri Raja mulai berpikir bahwa ia telah menjadi gila. Merasa
terasingkan didalam istananya sendiri, Raja pun mengusir semua pelayan bahkan
istrinya sendiri.
Didalam istana
yang kosong itu, sayup sayup terdengar suara gemerincing menggema mengisi
kekosongan istana, Raja pun mulai berpikir bahwa dirinya gila karena sering
mendengar suara itu. Tidak hanya itu, Raja pun sering memimpikan bayangan
seorang wanita yang menari lincah di
kuil. Bagai sebuah memori yang hilang, Raja pun teringat akan sesosok wajah
yang lama dikenalnya, wajah ibunya. Ia pun berlari keluar istana untuk mencari
ibunya, berteriak teriak memanggil ibunya dengan putus asa. Sesampai di
desanya, Raja pun berlari menuju rumah paling ujung dari desa nelayan itu,
rumahnya. Ia melihat ibunya sedang tersenyum dan memeluk hangat seorang pria.
Tak disangka ternyata pria itu adalah ayahnya yang telah meninggal ditelan
ombak. Rasa rindu Raja mendahului rasa herannya yang melihat ayahnya yang telah
meninggal tiba tiba hadir didepannya dalam badan yang sehat. Langsung saja Raja
berlari lalu memeluk kedua orang tuanya dengan erat. Namun Shoobir mendorong
jauh Raja dari Dilwali, ia menyuruh Raja pergi jauh. Raja pun menjelaskan
semuanya kepada Shoobir dan Dilwali, mulai dari Shoobir meninggal di usianya
yang kesepuluh hingga perjanjiannya dengan jin laut. Namun semua itu hanya
terdengar racauan bagi Shoobir karena ia tak pernah mempunyai anak bernama
Raja, satu-satunya anak mereka telah meninggal pada saat dilahirkan bahkan
belum sempat diberikan nama. Ia pun mengusir jauh-jauh Raja dari dirinya dan
Dilwali dan mengancam akan membunuhnya bila mencoba untuk mendekat.
Menangis dan tak
mengerti apa yang telah didengar Raja, Raja pun berlari ke Pantai. Ia melepas
sandal dan pakaiannya seketika, berenang
ke arah lautan. Ia berteriak, meronta, menangis, sambil terus berenang
memanggil jin laut memohon hatinya untuk dikembalikan. Tak ada yang membalas
teriakannya, kepalanya dipenuhi oleh kenangan bersama ibunya dan suara
gemerincing gelang kaki ibunya berputar putar dengan keras ditelinganya. Raja
berteriak putus asa, memukul-mukul air laut, merintih, mengucap maaf kepada ibu.
Tanpa disadari, jin datang dalam wujud ombak yang begitu besar, buih-buih putih
menyiratkan senyum liciknya dan suara ombak bagai menertawai penderitaan Raja.
Dengan kekuatan yang begitu besar, ombak itu menggulung badan kecil Raja,
melumatnya dalam-dalam dan pecah menghantam karang besar. Raja telah ditarik
oleh Jin laut ke dalam lautan, dan bergabung dengan korban jin laut yang
lainnya. Tak ada yang mengetahui hilanganya Raja, semua berlalu begitu saja
tanpa ada yang tahu, tanpa ada yang peduli.
Tujuh hari
setelah hari itu, saat sore sepulangnya Dilwali berdoa di kuil, ia berjalan
ditepi pantai. Sudah seminggu ini Dilwali bermimpi buruk tentang seseorang yg
meminta pertolongannya di dasar lautan. Wajah orang asing yang mengaku sebagai
anaknya masih terngiang di kepalanya, tidak mau hilang walau telah dicoba.
Sayup-sayup terdengar namanya dipanggil ketika angin pantai berhembus. Ada
sesuatu yang memanggilnya untuk menuju pantai lebih dekat, suatu yang hangat,
suatu yang telah lama dirasakannya. Dilwali pun bergegas ke pantai, gelang di
kakinya bergemerincing nyaring. Ia menatap jauh ke cakrawala, senja di ufuk
barat menyiratkan wajah seorang lelaki yang ia kenal. Suara itu makin terdengar
jelas ditelinganya, ia pun menutup mata. Ombak kecil menghantam lembut kakinya,
gelang kakinya kembali bergemerincing, seketika semburat bayang bayang
melintas, seorang anak kecil tertawa riang melihatnya menari lincah di kuil.
Itu bukan sebuah mimpi, melainkan sebuah kenangan, kenangannya dengan anaknya,
Raja. Entah bagaimana menjelaskan perasaannya tentang anaknya bernama Raja di
kehidupannya yang lain bagai terhubung dengan kehidupannya sekarang. Ombak
dengan buih putihnya mengenai kakinya dengan pelan, menggoyangkan gelang
kakinya, bagai memeluk kakinya. Tubuh Dilwali pun bergetar tanpa henti oleh
perasaan bersalah, seketika ia terduduk diatas pasir dan memeluk tubuhnya
dengan erat. Ombak kembali menghantamnya pelan, lalu surut kembali, bagai
berusaha memeluk dirinya. Ia merintih pelan sambil menangis, ia tidak bisa
melawan rasa rindu yang menguasai tubuhnya. Dilwali menutup wajahnya yang penuh
rasa bersalah, perlahan ia menurunkan kedua tangannya dari wajah, air mata
terus mengalir tanpa henti. Ia menatap matahari yang hampir tenggelam, lalu
berbisik “maafkan ibu, Raja, maaf”. Matahari telah tenggelam seutuhnya beserta
bayangan wajah di ufuk barat itu dan senja pun telah selesai merangkulnya,
hanya desiran ombak yang menemani penghabisan sore itu.
Ps: its my native language, indonesian, please go google translate to translate indonesian language to your language. thanks
Comments
Post a Comment